Selasa, 03 Maret 2015

Laporan Penelitian Kimia

“ANALISIS KADAR SIANIDA PADA UMBI SINGKONG RACUN VARIETAS UJ-3 (MANIHOT GLAZIOVII MUELL)” LAPORAN PENELITIAN Oleh : NOR HIDAYANTI ACC 110 016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2014 HALAMAN PERSETUJUAN Judul : ANALISIS KADAR SIANIDA PADA UMBI SINGKONG RACUN VARIETAS UJ-3 (Manihot Glaziovii Muell ) Nama : NOR HIDAYANTI NIM : ACC 110 016 Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan : Pendidikan MIPA Program Studi : Pendidikan Kimia Disetujui Untuk Penelitian Kimia Hari/Tanggal : April 2014 Dosen Mata Kuliah Penelitian Kimia LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS KADAR SIANIDA PADA UMBI SINGKONG RACUN VARIETAS UJ-3 (Manihot Glaziovii Muell ) Nama : NOR HIDAYANTI NIM : ACC 110 016 Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan : Pendidikan MIPA Program Studi : Pendidikan Kimia Menyetujui : Dosen Pembimbing, Drs. Akhmad Damsyik, M.Sc, P.hD NIP. 19640918 198903 2 002 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian kimia yang berjudul “Analisis Kadar Sianida pada Umbi Singkong Racun Varietas UJ-3 (Manihot glaziovii Muell)”. Selanjutnya penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : Bapak Drs. Akhmad Damsyik, M.Sc, Ph.D , selaku dosen pembimbing atas segala saran, petunjuk serta kesabarannya dalam memberikan bimbingan. Bapak Drs. I Made Sadiana, M.Si, selaku dosen pengampu mata kuliah atas segala masukkan serta saran yang telah diberikan dalam mengikuti mata kuliah. Bapak Drs. H. Mulawi, M.Si, juga selaku dosen pengampu mata kuliah atas segala masukkan serta saran yang telah diberikan dalam mengikuti mata kuliah. Pada akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi para pembacanya di kemudian hari. Palangka Raya, April 2014 Penulis ABSTRAK Nor Hidayanti. 2013. Analisis Kadar Sianida pada Umbi Singkong Racun Varietas UJ-3 (Manihot glaziovii Muell). Laporan Penelitian Kimia. Program Studi Pendidikan Kimia. Jurusan Pendidikan MIPA. FKIP. Universitas Palangkaraya. Pembimbing : Drs. Akhmad Damsyik, M.Sc, Ph.D Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, Pembentukan sianida secara alami salah satunya terjadi pada tumbuhan singkong. Singkong mengandung senyawa glikosida sianogen berupa linamarin yang apabila mendapatkan perlakuan mengakibatkan rusaknya jaringan pada bagian tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu optimal perebusan yang dilakukan untuk mengurangi kadar sianida yang terkandung didalam umbi singkong racun varietas UJ-3 (Manihot glaziovii Muell) berdasarkan perubahan warna kertas asam pikrat dengan menggunakan metode Kertas Pikrat (analisis kualitatif) dan untuk mengetahui kadar sianida yang terkandung didalam umbi singkong racun varietas UJ-3 (Manihot glaziovii Muell) berdasarkan lama waktu maserasi dengan menggunakan metode Argentometri Volhard (analisis kuantitatif). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada waktu perebusan 300 menit kadar sianida yang terkandung dalam sampel sebanyak 5,0337 gram sudah berkurang namun masih tergolong membahayakan. Berdasarkan pengujian dengan metode Argentometri Volhard menunjukkan bahwa kadar sianida yang terkandung dalam sampel sebanyak ±20 gram dengan waktu maserasi selama 60 menit adalah 766,008533 ppm (b/v) sedangkan untuk waktu maserasi selama 120 menit adalah 774,087599 ppm (b/v). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu maserasi maka sianida yang akan terlarut dalam air juga semakin banyak dan dengan cara pengolahan seperti perebusan sudah dapat mengurangi kadar sianida, walaupun belum dapat menghilangkannya secara keselurahan. Kata Kunci : Kadar sianida, Singkong Racun Varietas UJ-3, Argentometri Metode Volhard, Metode Kertas Pikrat DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i ABSTRAK ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 Rumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Analisa 4 Pengertian Kadar 5 Sianida (CN-) 5 Tanaman Singkong 2.4.1 Botani Singkong 13 2.4.2 Taksonomi Singkong 16 2.4.3 Kandungan Gizi Singkong 17 2.4.4 Jenis/Varietas Singkong 18 2.4.5 Singkong Racun (UJ-3) 20 BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian 21 Populasi dan Sampel 21 Alat dan Bahan Alat 21 Bahan Bahan Tumbuhan 24 Bahan Kimia 24 Prosedur Penelitian 24 3.4.1 Tahap Analisis Kualitatif CN- 25 3.4.2 Tahap Analisis Kuantitatif CN- 26 Metode Pengambilan Data 28 Metode Analisis Data 28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 30 4.1.1 Hasil Penelitian Analisa Kualitatif CN- 30 4.1.2 Hasil Penelitian Analisa Kuantitatif CN- 34 Pembahasan 36 Analisa Kadar Sianida (CN-) secara Kualitatif 37 Analisa Kadar Sianida (CN-) secara Kuantitatif 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 45 Saran 46 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis senyawa glikosida sianogenik dan tanamannya 7 Tabel 2 Hubungan antara konsentrasi HCN dan efek apabila terhirup 11 Tabel 3 Hubungan antara kandungan sianida dalam darah dan gejala khas yang ditimbulkannya dalam tubuh manusia. 12 Tabel 4 Kandungan Gizi dalam Tiap 100 g Singkong 17 Tabel 5 Hasil pengujian kualitatif CN- pada singkong racun 33 Tabel 6 Hasil pengujian kuantitatif CN- pada singkong racun 35 Tabel 7 Kadar CN- pada singkong racun 35 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur umum glikosida sianogenik 6 Gambar 2 Rumus bangun beberapa senyawa glikosida sianogenik 8 Gambar 3 Reaksi penguraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan HCN yang toksik 9 Gambar 4 Reaksi pembuatan HCN dalam industri 9 Gambar 5 Bentuk tanaman singkong 14 Gambar 6 Ubi Singkong 15 Gambar 7 Anatomi ubi singkong secara melintang dan membujur 16 Gambar 8 Singkong Racun (UJ-3) 21 Gambar 9 Kertas saring pada filtrat sebelum dipanaskan 30 Gambar 10 Kertas saring pada filtrat saat dipanaskan 30 Gambar 11 Perubahan warna kertas saring pada filtrate saat dipanaskan 31 Gambar 12 Kertas saring pada filtrate setelah dipanaskan 31 Gambar 13 Kertas saring yang telah dicelupkan dengan asam pikrat jenuh kemudian dikeringkan 31 Gambar 14 Perubahan warna kertas saring setelah pengujian dengan interval 15 menit 32 Gambar 15 Distilat sebelum dititrasi 34 Gambar 16 Distilat saat dititrasi 34 Gambar 17 Distilat setelah dititrasi 34 Gambar 18 Grafik Kadar CN- pada singkong racun berdasarkan lama maserasi 36 Gambar 19 Hasil pengujian kuantitatif CN- pada singkong racun dengan maserasi selama 1 jam 36 Gambar 20 Hasil pengujian kuantitatif CN- pada singkong racun dengan maserasi 36 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Diagram Alur Kerja Analisis Kualitatif Kadar Sianida (HCN) dengan Metode Kertas Pikrat 47 Lampiran 2. Gambar Alur Kerja Analisis Kualitatif Kadar Sianida (HCN) dengan Metode Kertas Pikrat 48 Lampiran 3. Diagram Alur Kerja Analisis Kuantitatif Kadar Sianida (HCN) dengan Metode Argentometri Volhard 50 Lampiran 4. Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar AgNO3 51 Lampiran 5. Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar NH4SCN 51 Lampiran 6. Perhitungan Kadar Sianida dengan Maserasi selama 1 Jam 52 Lampiran 7. Perhitungan Kadar Sianida dengan Maserasi selama 2 Jam 56 Lampiran 8. Gambar Alur Kerja Analisis Kuantitatif Kadar Sianida (HCN) dengan Metode Argentometri Volhard 60 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati. Berbagai macam spesies flora dan fauna dapat ditemukan di Indonesia. Karena keanekaragaman flora dan faunanya, dimana terdapat berbagai jenis hewan dan tumbuhan yang berbeda-beda di setiap daerahnya, maka terjadilah perbedaan sumber bahan pangan di berbagai wilayah Indonesia. Umumnya masyarakat di Indonesia mengkonsumsi tanaman holtikultura, seperti padi, umbi-umbian, jagung dan sagu sebagai sumber pokok karbohidrat. Umbi-umbian yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah singkong, yang telah menjadi komoditas utama panganan dan jajanan dengan berbagai macam olahan. Singkong yang mempunyai kandungan karbohidrat 34,7 % ini dapat ditemukan hampir diseluruh wilayah nusantara, baik itu di desa, pegunungan, dataran rendah, dataran tinggi, bahkan sampai ke perkotaan. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tropis ini banyak ditanam di pekarangan, tanggul ataupun sawah. Pengembangbiakannya dapat dilakukan dengan stek dari batang singkong tua. Singkong yang tumbuh subur di wilayah Indonesia ini terdiri dari bermacam-macam jenis, mulai dari singkong manis yang biasa dikonsumsi masyarakat sampai dengan singkong pahit yang segan untuk dikonsumsi. Penggolongan ini didasarkan pada kandungan sianida (CN-) yang terdapat dalam singkong tersebut. Singkong manis merupakan singkong yang dapat dikonsumsi langsung dengan kandungan sianida (CN-) kurang dari 100 mg/kg (ditandai dengan adanya rasa manis). Sedangkan singkong pahit merupakan singkong yang tidak dapat dikonsumsi langsung dan harus mengalami berbagai tahap pengolahan, hal ini dikarenakan kandungan sianida (CN-) melebihi 100 mg/kg (ditandai dengan adanya rasa pahit). Salah satu jenis singkong pahit yang ada di wilayah Kalimantan Tengah adalah singkong racun varietas UJ-3. Masyarakat mengonsumsi singkong ini setelah melalui berbagai tahapan pengolahan. Biasanya singkong ini direndam dalam air selama beberapa hari kemudian dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan selama beberapa hari lagi dan setelah itu baru dimasak, namun hanya sebagian kecil saja masyarakat yang tahu bagaimana proses pengolahan yang tepat untuk singkong varietas ini. Hal ini kemungkinan dikarenakan kurang tersebarnya prosedur pengolahan yang tepat untuk jenis singkong varietas ini dan juga karena ketidaktahuan masyarakat mengenai kadar racun (sianida) yang terkandung didalamnya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kandungan sianida (CN-) yang terdapat dalam singkong racun varietas UJ-3 berdasarkan lama maserasinya serta waktu optimal yang diperlukan dalam pengolahan singkong dengan metode perebusan dengan judul “Analisis Kadar Sianida Pada Umbi Singkong Racun Varietas UJ-3 (Manihot glaziovii Muell)” Rumusan Masalah Berapakah kadar sianida yang terkandung dalam singkong racun ? Berapakah waktu optimal perendaman singkong racun untuk mengurangi kadar sianidanya ? Tujuan Penelitian Mengetahui kadar HCN yang terkandung dalam singkong racun Mengetahui waktu optimal perendaman singkong racun untuk mengurangi kadar sianidanya Manfaat Penelitian Bagi Penulis Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai kadar asam sianida yang terkandung dalam singkong racun Bagi Akademi Dapat menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah di perpustakaan Universitas Palangkaraya Bagi Masyarakat Diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat mengenai cara pengolahan yang baik serta waktu optimal yang digunakan saat memasak singkong racun varietas UJ-3 . BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Analisa Analisa berasal dari kata Yunani kuno yaitu “analusis” yang artinya melepaskan. Analusis terbentuk dari dua suku kata, yaitu ana yang berarti kembali, dan luein yang berarti melepas sehingga jika di gabungkan maka artinya adalah melepas kembali atau menguraikan. Kata anlusis ini di serap kedalam bahasa inggris menjadi analysis yang kemudian di serap juga ke dalam bahasa Indonesia menjadi analisis. Dalam kamus bahasa Indonesia, analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya dan sebagainya). Analisis merupakan proses membagi suatu kompleks menjadi unsur-unsur atau elemen-elemen yang lebih sederhana atau pemisahan yang sistematik dari keseluruhan menjadi bagian-bagiannya. Apabila menganalisis sesuatu harus menelusuri kembali prinsip-prinsip yang mendasari unsur pembentuknya, maka analisis adalah kajian terhadap sesuatu masalah untuk menentukan jawaban dari suatu masalah, factor, dan asal-usulnya. (Kisyati,2006). Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai pengertian analisa, dapat disimpulkan bahwa analisa pada dasarnya merupakan upaya untuk menyelidiki suatu masalah guna mengetahui keadaan yang sebenarnya. Pengertian Kadar Kadar menunjukkan banyaknya zat yang terdapat di dalam sejumlah campurannya, bergantung pada satuan atau ukuran yang diterapkan. Sianida (CN-) Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung (C≡N), yang terdiri dari 3 buah atom karbon yang berikatan dengan atom alide n. Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid. Setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya adalah HCN (hydrogen sianida) dan KCN (kalium sianida). Glikosida sianogenik merupakan senyawa yang secara potensial sangat beracun dan dapat terurai mengeluarkan hydrogen sianida. Banyak bahan makanan yang terdapat di alam dan berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung glikosida sianogenik, bersama dengan satu atau lebih jenis enzim yang dapat memecah glikosida tersebut. Ikatan-ikatan glikosida sianogenik telah ditemukan dalam bahan-bahan makanan sebagai berikut, yaitu seperti jagung, sorghum, millet, kacang kasar (Cicer arietinum), kacang roay (Doliehos labta), kacang lima (Phaseous lunatus), kacang hitam ( Phaseolus mungo), kacang ginjal (Phaseolus vulgarin), ubi rambat (Ipomoea batata), singkong (manihot utilissima), kubis (lactuca sativa), biji line (Limun usitatissimum), pala (Prunus amygdalis), dan biji dari jeruk lemon, lime, ceri, apel, apricot, prune, plum dan pear. (Sediaoetama A. Djaeni,1976) Glikosida sianogenik adalah senyawa hidrokarbon yang terikat dengan gugus CN dan gula. Beberapa tanaman tingkat tinggi dapat melakukan sianogenesis, yakni membentuk glikosida sianogenik sebagai hasil sampingan reaksi biokimia dalam tanaman .Rumus bangun glikosida sianogenik secara umum dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1 Struktur umum glikosida sianogenik Keberadaan glikosida sianogenik pada tanaman memiliki fungsi penting terhadap kelangsungan hidup tanaman tersebut. Glikosida sianogenik berperan sebagai sarana protektif terhadap gangguan predator. Adanya kerusakan jaringan pada tanaman akibat hewan pemakan tumbuhan akan menyebabkan pelepasan HCN yang mengganggu kelangsungan hewan tersebut. Glikosida yang pertama kali dapat dipisahkan adalah amygladin yang berasal dari pala pahit, dan setelah itu ditemukan pula di dalam apricot, plum, pear dan jenis-jenis buah lainnya. Enzim yang dihasilkan oleh buah pala menghidrolisis glikosida menjadi benzaldehida, HCN dan glukosa seperti terlihat pada persamaan reaksi kimia di bawah ini. (Sediaoetama A. Djaeni,1976) C20H27O11N + 2H2O  C7H6O + HCN + 2C6H12O6 Kadar glikosida sianogenik dalam tanaman berbeda-beda. Kandungan total glikosida sianogenik pada tanaman ditentukan oleh umur dan varietas tanaman. Senyawa glikosida sianogenik yang paling terkenal diantaranya adalah amigdalin dan Linamarin. Jenis spesies yang mengandung senyawa glikosida sianogen tertentu dapat dilihat pada table 1. Jenis glikosida sianogenik Spesies Nama umum Nama latin Amigdalin Almond Prunus amygdalus Dhurrin Shorgum Shorgum album Linamarin Singkong Manihot esculenta Lotaustralin Singkong Manihot carthaginensis Prunasin Stone fruits Prunus sp. Taxyphyllin Bambu Bambusa vulgaris Tabel 1 Jenis senyawa glikosida sianogenik dan tanamannya Gambar 2 Rumus bangun beberapa senyawa glikosida sianogenik Glikosida sianogenik dapat terhidrolisis secara enzimatis menghasilkan asam sianida (HCN), atau asam prusat yang sangat beracun. Hidrolisis ini dilakukan oleh enzim ß-glikosidase, menghasilkan gula dan sianohidrin. Tahap berikutnya adalah degradasi sianohidrin menjadi HCN dan senyawa keton atau aldehid. Tahap lain dari hidrolisis Glikosida sianogenik adalah melalui enzim Hidroksinitril Liase yang tersebar luas pada berbagai tanaman. Pada tanaman utuh, keberadaan enzim hidroksinitrilliase dengan Glikosida sianogen terpisah. Namun, pada saat terjadi kerusakan jaringan tertentu pada bagian tanaman tersebut, maka enzim ini akan langsung bertemu dengan senyawa glikosida sianogen hingga pelepasan HCN dapat terjadi. Reaksi penguraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan asam sianida dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3 Reaksi penguraian glikosida sianogenik hingga dihasilkan HCN yang toksik. Hidrogen sianida (HCN), seperti halida hydrogen adalah zat molecular yang kovalen, namun mampu terdisosiasi dalam larutan aqua. Ia adalah gas yang sangat beracun (meskipun kurang beracun dibandingkan dengan H2S), tidak berwarna dan terbentuk apabila sianida direaksikan dengan asam. Cairan HCN dengan titik didih 25,6˚ mempunyai tetapan dielektrik yang sangat tinggi yaitu 107 pada 25˚ sehubungan dengan penggabungan molekul-molekul polar oleh hydrogen. Cairan sianida tidak stabil dan dapat terpolimerisasi dengan hebat tanpa adanya stabilisator, dalam larutan akua, polimerisasi diinduksi oleh sinar ultraviolet. Dalam larutan aqua, HCN adalah asam yang sangat lemah, pK25˚ = 9,21 dan larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas, namun cairan murninya adalah asam yang kuat. Hydrogen sianida dibuat dalam industry dari CH4 dan NH3 dengan reaksi-reaksi sebagai berikut. (Yuliarti N,2007) 2CH4 + 3O2 + 2NH3 2HCN + 6H2O ΔH = -475 KJ mol-1 atau CH4 + NH3 HCN + 3H2 ΔH = -240 KJ mol-1 Gambar 4 Reaksi pembuatan HCN dalam industri Asam sianida (HCN) yang dilepaskan merupakan senyawa toksik berspektrum luas pada setiap organisme. Hal ini disebabkan oleh kemampuannya mengikat mineral-mineral seperti Fe2+, Mn2+dan Cu2+ yang amat penting peranannya sebagai kofaktor untuk mengoptimalkan kerja enzim, menghambat proses reduksi oksigen rantai pernafasan tingkat sel oleh sitokrom oksidase, transport electron pada proses fotosintesis, dan aktivitas beberapa enzim semisal katalase, oksidase, dan lain-lain. Salah satu mekanisme toksisitas HCN yang paling umum adalah berikatan dengan ion besi. HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN- ) selanjutnya berikatan dengan Fe heme dan bereaksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk kompleks stabil dan menahan jalur respirasi. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen dalam sistem transport electron dan terjadi kematian akibat hipoksia selular (sel-sel kekurangan oksigen). Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri. Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal. Takaran atau dosis sianida : Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3. Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahayakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit. Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit. Hubungan antara konsentrasi HCN di udara dengan efek bila seseorang menghirup gas tersebut Konsentrasi (mg/ m3) Efek 300 Kematian dengan cepat 200 Kematian dalam waktu10 menit 150 Kematian setelah 30 menit 120 – 150 Sangat berbahaya (fatal) setelah 30-60 menit. 50 – 60 Dapat bertahan selama 20 menit – 1 jam tanpa pengaruh. 20 – 40 Gejala ringan setelah beberapa jam Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian. Berikut ini adalah hubungan antara kandungan sianida dalam darah dan gejala khas yang ditimbulkannya dalam tubuh manusia. Kandungan CN (mg/L) Derajat keracunan Gejala 0,5 – 1,0 Ringan Denyut nadi cepat Sakit kepala Lemah 1,0 – 2,5 Moderat Stupor tetapi ada reaksi Takikardia Takipnea 2,5 – lebih Parah Koma, tak ada reaksi hipertensi respirasi lambat pupil dilatasi sianosis Kematian jika tak tertolong Tabel 3 Hubungan antara kandungan sianida dalam darah dan gejala khas yang ditimbulkannya dalam tubuh manusia. Tanaman Singkong Botani Singkong Ketela pohon atau ubi kayu (singkong) merupakan tanaman perdu. Ketela pohon berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Tanaman ini masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Ketela pohon berkembang di negara- negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya. (Purwono,2009) Sebagai tanaman semak belukar tahunan, ubi kayu tumbuh setinggi 1-4 m dengan daun besar yang menjari (palmate) dengan 5 hingga 9 belahan lembar daun. Daunnya yang bertangkai panjang bersifat cepat luruh (deciduous), yang berumur paling lama hanya beberapa bulan. Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, yang keragamannya bergantung pada kultivar. (Rubatzky,1998) Gambar 5 Bentuk tanaman singkong Singkong dapat beradaptasi secara luas di daerah yang beriklim tropis. Di Indonesia, singkong dapat tumbuh dan berproduksi di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi, dari ketinggian 10 sampai 1.500 meter di atas permukaan laut. Singkong sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan marjinal, kurang subur dan kurang sumber air. (Prihanda:2007) Perkembangbiakan tanaman singkong dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetative. Perkembangbiakan generatif (melalui biji) biasanya dilakukan pada skala penelitian (pemulihan tanaman) untuk menghasilkan varietas baru, sedangkan perkembangbiakan vegetatif dilakukan dengan cara stek batang. Singkong yang dikembangbiakkan dengan biji menghasilkan akar tunggang, sedangkan pada singkong yang dikembangbiakkan dengan cara stek batang, akan menghasilkan akar serabut yang tumbuh dari dasar turusnya. Ubi berkembang dari penebalan sekunder akar serabut adventif. Pembesaran dimulai dari ujung proksimal (pangkal, bagian terdekat ke batang), kemudian berkembang ke arah ujung distal (ujung, bagian terjauh dari batang). Bentuk ubi bermacam-macam, dan walaupun kebanyakan berbentuk silinder dan meruncing, beberapa diantaranya bercabang. Bagian ubi yang mengecil dan berkayu menghubungkan ubi dengan batang. Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm, diameternya berkisar 3 hingga 15 cm, dan bobotnya berkisar dari beberapa ratus gram hingga 15 kg, hal ini bergantung pada umur singkong. Singkong umumnya menghasilkan sekitar 5-10 ubi. Lapisan peridermis terluar yang serupa kulit biasanya berwarna kemerahan, dengan variasi mulai cokelat tua hingga putih kotor. Lapisan peridermis menutup lapisan korteks tipis dan jaringan parenkim berdaging tebal dan sering menunjukkan retakan karena terus berkembang. Daging bagian dalam biasanya putih, walau ditemukan juga warna kuning dan agak kemerahan. Jaringan pengangkutan yang liat berada di bagian tengah akar. (Rubatzky,1998) Gambar 7 Anatomi ubi singkong secara melintang dan membujur Taksonomi Singkong Dalam sistematika (taksonomi) tanaman ketela pohon diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh- tumbuhan) Divisio : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) Subdivisio : Angiospermae ( biji tertutup ) Kelas : Dicotyledonae ( biji berkeping dua ) Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Species : Manihot glaziovii Muell Ketela pohon / ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, yaitu ketela, keutila, ubi kayee ( Aceh ), ubi parancih ( Minangkabau ), ubi singkung ( Jakarta ), batata kayu ( Manado ), bistungkel ( Ambon ), huwi dangdeur, huwi jendral, kasapen, sampeu, ubikayu ( Sunda ), bolet, kasawe, kaspa, kaspe, katela budin, katela jendral, katela kaspe, katela mantri, katela marikan, katela menyog, katela poung, katela prasman, katela sabekong, katela sarmunah, katela tapah, katela cengkol, tela pohung ( Jawa ), blandong, manggala menyok, puhung, pohong, sabhrang balandha, sawe, sawi, tela balandha, tengsag ( Madura ), kesawi, ketela kayu, sabrang sawi ( Bali ), kasubi ( Gorontalo ), lame kayu ( Makasar ), lame aju ( Bugis ), kasibi (Ternate, Tidore ) (Purwono,2009). Kandungan Gizi Singkong Kandungan gizi yang terdapat dalam singkong sudah kita kenal sejak dulu. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun miskin akan protein. Selain umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Berbagai macam upaya penanganan singkong yang telah banyak dilakukan adalah dengan mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan baik basah maupun kering. Selain sebagai bahan makanan pokok, banyak macam produk olahan singkong yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat kita antara lain adalah tape singkong, enyek-enyek singkong, peuyeum, opak, tiwul, kerupuk singkong, keripik singkong, kue, dan lain-lain. Adapun unsur gizi yang terdapat dalam tiap 100 g singkong segar menurut Direktorat Gizi, Depkes R.I,1981 dapat dilihat dalam table berikut. No Unsur Gizi Banyaknya dalam …… (per 100 gram) Singkong Putih Singkong Kuning 1 Kalori (kal) 146,00 157,00 2 Protein (g) 1,20 0,80 3 Lemak (g) 0,30 0,30 4 Karbohidrat (g) 34,70 37,90 5 Kalium (mg) 33,00 33,00 6 Fosfor (mg) 40,00 40,00 7 Zat Besi (mg) 0,70 0,70 8 Vitamin A (SI) 0 385,00 9 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,06 10 Vitamin C (mg) 30,00 30,00 11 Air (g) 62,50 60,00 12 Bagian dapat dimakan (%) 75,00 75,00 Tabel 4 Kandungan Gizi dalam Tiap 100 g Singkong Selain mengandung senyawa-senyawa yang berguna bagi tubuh, singkong juga mengandung senyawa glukosida yang bersifat racun dan dapat membentuk asam sianida. Jenis / Varietas Singkong Tumbuhan singkong berdasarkan deskripsi varietas singkong, maka penggolongan jenisnya dapat dibedakan menjadi dua macam : Jenis singkong manis Yaitu jenis singkong yang dapat dikonsumsi langsung. Jenis singkong pahit Yaitu jenis singkong untuk diolah atau prossesing. Singkong dapat dibedakan menurut warna, rasa, umur dan kandungan sianidanya (HCN). Bila rasa pahit maka kandungan sianidanya tinggi. Berdasarkan kadar Asam Sianida (HCN) dalam singkong, tidak semua jenis singkong dapat dikonsumsi ataupun diolah secara langsung. Singkong dengan kadar HCN kurang dari 100 mg/kg (ditandai dengan adanya rasa manis), merupakan singkong yang layak dan aman dikonsumsi ataupun diolah sebagai bahan makanan secara langsung. Menurut Departemen perindustrian (1999), berdasarkan kadar HCN dalam umbi, ketela pohon dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu : Ketela Pohon Manis Ketela pohon manis banyak dikonsumsi secara langsung atau digunakan untuk jajanan tradisional, misalnya gethuk, sawut, utri (lemet), dan lain- lain. Rasa manis ketela pohon disebabkan oleh kandungan asam sianida yang sangat rendah, hanya sebesar 0,04% atau 40mg HCN/ kg ketela pohon. Jenis ketela pohon manis antara lain adalah Gading, Adira I, Mangi, Betawi, Mentega, Randu Ranting, dan Kaliki. Ketela Pohon Agak Beracun Jenis ketela pohon agak beracun memiliki kandungan HCN antara 0,05 - 0,08% atau 50 – 80 mg HCN / kg ketela pohon. Ketela Pohon Beracun Ketela pohon beracun, kandungan HCN antara 0,08 - 0,10% atau 80 – 100 mg HCN / kg ketela pohon. Ketela Pohon Sangat Beracun Ketela pohon termasuk kategori sangat beracun apabila mengandung HCN lebih dari 0,1 % atau 100 mg/kg ketela pohon. Jenis ketela pohon sangat beracun antara lain adalah Bogor, SPP, dan Adira II. Menurut Salim (2011), kadar HCN dapat dikurangi / diperkecil (detoksifikasi sianida) dengan cara perebusan, pemanasan, pengukusan, pencucian dan pengeringan. Sebelum diolah singkong biasanya melalui proses pencucian. Proses pencucian dan perebusan merupakan teknik yang efektif untuk mengurangi racun sianida karena asam sianida terbawa air. Selanjutnya pengeringan dapat menguapkan air dan senyawa sianida. Singkong Racun (UJ-3) Singkong racun merupakan salah satu singkong pahit yang tumbuh subur di daerah Balai Riam, Sukamara, Kalimantan Tengah. Dinamakan singkong racun karena singkong ini menurut masyarakat dapat menyebabkan keracunan bagi pengonsumsinya jika tidak diolah secara benar. Singkong racun atau lebih dikenal dengan singkong varietas UJ-3 merupakan salah satu jenis singkong yang merupakan varietas unggul yang digunakan sebagai bahan dasar tepung dan pati. Berikut deskripsi tentang singkong racun varietas UJ-3 : Nama Varietas : UJ-3 Kategori : Varietas unggul nasional (released variety) SK : 83/Kpts/TP.240/2/2000 tanggal Pebruari 2000 Tahun : 2000 Asal : Rayon-60 Tetua : Introduksi Thailand Rataan Hasil : 20-35 t/ha Pemulia : Palupi Puspitorini, Fauzan, Muchlizar Murkan, Syahrin Mardik, Koeshartojo Nama daerah : Rayon-60 Umur panen : 8-10 Tinggi tanaman : 2.5 - 3 Warna daun pucuk : Hijau muda kekuningan Warna petiole : Kuning kemerahan Warna kulit batang : Hijau merah kekuningan Warna batang dalam : Kuning Warna umbi : Putih kekuningan Warna kulit umbi : Kuning keputihan Ukuran tangkai umbi : Pendek Type tajuk : > 1 meter Bentuk umbi : Mencengkeram Rasa umbi : Pahit Bentuk daun : Menjari Kadar pati (%) : 20-27 Kadar air (%) : 60.63 Kadar abu (%) : 0.13 Kadar serat (%) : 0.10 Katahanan terhadap CBB : Agak tahan Singkong racun (UJ-3) memiliki kandungan sianida yang melebihi 100 ppm dan sudah termasuk membahayakan untuk dikonsumsi tanpa tahap pengolahan lebih lanjut. Oleh karena itu, singkong jenis ini hanya digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tepung dan pati, yang mana harus melewati berbagai tahap pengolahan terlebih dahulu. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Palangkaraya pada bulan Juni - Desember 2013. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong racun (UJ-3). Sampel penelitian merupakan singkong racun yang diperoleh dari desa Bukit Sungkai, Balai Riam, Sukamara, Kalimantan Tengah. Alat dan Bahan Alat Adapun alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau cutter, nampan (tempang memotong sampel), penangas, gelas kimia 50 ml, gelas kimia 200 ml, kertas saring, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 25 ml, gelas ukur 100 ml, pipet tetes, pipet volume 25 ml, erlenmeyer (pyrex dan nonpyrex) 100 ml, erlenmeyer (pyrex dan nonpyrex) 250 ml, erlenmeyer (pyrex dan nonpyrex) 300 ml, buret 50 ml, statif, lumping, alu, neraca digital, corong, kaca arloji, batang pengaduk, kertas plastic, karet gelang, alat destilasi lengkap. Bahan Bahan Tumbuhan Ubi singkong racun (UJ-3) yang diperoleh dari hasil perkebunan salah seorang warga di desa Bukit Sungkai, Balai Riam, Sukamara, Kalimantan Tengah. Bahan Kimia Adapun bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan asam tartarat (H2.C4H4O6) 5%, larutan Natrium Karbonat 8% , larutan pikrat jenuh, larutan AgNO3 0,03846 N, larutan HNO3 pekat, larutan NH4CNS 0.0079 N, Indikator Ferri (Fe3+) 1%, larutan NaCl murni 0,01 N dan aquades Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini, objek yang diteliti adalah banyaknya kadar sianida (CN-) yang terkandung dalam singkong racun. Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah rentang waktu perebusan singkong saat uji kualitatif dan rentang waktu maserasi singkong saat uji kuantitatif. Banyaknya kandungan sianida (CN-) pada singkong racun dapat dideteksi dengan dua cara, yaitu : Uji Kualitatif Pada saat uji kualitatif, banyaknya kandungan sianida (CN-) pada singkong racun dapat dideteksi dengan perubahan warna yang terjadi pada kertas saring. Kertas saring yang sudah dicelupkan dalam larutan pikrat jenuh kemudian telah dikeringkan diudara pada awalnya berwarna kuning kemudian pada saat pengujian berubah menjadi kecoklatan, yang menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida (CN-) Uji Kuantitatif Pada saat uji kuantitatif, banyaknya kandungan sianida (CN-) pada singkong racun dapat dideteksi dengan perubahan warna yang terjadi pada filtrate hasil destilasi yang sudah ditetesi dengan indicator Fe3+ yang kemudian dititrasi dengan larutan NH4CNS 0,0079 N. Filtrat yang pada mulanya bening, setelah dititrasi dengan larutan NH4CNS 0,0079 N akan berubah warna menjadi merah. Hal ini menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida (CN-) dengan kadar tertentu. Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka dirancang langkah – langkah penelitian sebagai berikut. Tahap Analisis Kualitatif CN- Persiapan bahan : Sampel berupa ubi singkong racun segar Kertas saring digunting ukuran ± 1 x 7 cm dicelupkan dalam larutan pikrat jenuh kemudian dikeringkan diudara terbuka. Asam tartarat 5 % : ditimbang 5 gram asam tartarat (H2.C4H4O6), diencerkan sampai volume 100 mL. Natrium karbonat (Na2CO3) 10% : ditimbang 10 gram natrium karbonat, dierncerkan sampai 100 mL. Larutan pikrat jenuh dalam labu erlenmeyer 100 mL. Analisis kualitatif sianida Metode : Metode Kertas Pikrat Prinsip : pembentukkan senyawa pikrosianat yang berwarna merah kecoklatan, hasil reaksi antara sianida dengan pikrat Ditimbang sebanyak ± 5,0337 gram sampel. Dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan aquades 25 ml, kemudian Erlenmeyer berisi sampel dan aquades dipanaskan di atas penangas selama ± 15 menit, kemudian di saring. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambahkan denga n 10 ml asam tartarat (H2.C4H4O6) Kertas saring yang digunting dengan ukuran 1 x 7 cm dan telah dicelupkan dalam larutan pikrat jenuh kemudian telah dikeringkan diudara, dicelupkan ke dalam larutan Natrium Karbonat (Na2CO3) 8% digantung pada leher erlenmeyer. Erlenmeyer ditutup lalu dipanaskan pada selama 15 menit. Apabila warna kuning dari kertas pikrat berubah menjadi warna kecoklatan (kadar CN- bisa dikatakan tinggi) atau orange (kadar CN- bisa dikatakan rendah) yang menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida. Tahap Analisis Kuantitatif CN- Persiapan bahan : Sampel berupa ubi singkong racun segar Larutan AgNO3 0,03846 N : ditimbang 0,78 gram perak nitrat (AgNO3), diencerkan sampai volume 100 mL kemudian di standarisasi dengan menggunakan larutan NaCl murni 0,01 N. Larutan NH4CNS 0,0079 N : ditimbang 3,806 gram ammonium thiosianat (NH4CNS), diencerkan sampai volume 100 mL kemudian di standarisasi dengan menggunakan larutan AgNO3 0,03864 N. Indikator Fe3+ 1% : ditimbang sebanyak 0,1 gram FeCl3.6H20, kemudian diencerkan sampai 10 mL. Larutan HNO3 pekat. Analisis kuantitatif sianida Metode : Argentometri Volhard Prinsip : Sampel yang sudah dimaserasi kemudian didestilasi. Zat uji dalam suasana asam direaksikan dengan larutan baku perak nitrat berlebih. Kelebihan larutan perak nitrat dititrasi kembali dengan Ammonium tiocianat menggunakan indicator Ferri (III) klorida heksahidrat Prosedur kerja : Ditimbang sebanyak ± 20 gram sampel, kemudian dihaluskan. Dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan aquades sebanyak 100 ml, kemudian ditutup dengan menggunakan kertas plastik dan dimaserasi selama ± 1 jam di tempat tertutup. Sampel hasil maserasi kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan dengan aquades sebanyak 100 ml. Pada Erlenmeyer penampung hasil destilasi dimasukkan larutan AgNO3 0,03846 N sebanyak 20 ml dan larutan HNO3 pekat sebanyak 1 ml. Sampel kemudian didestilasi sampai kering. Hasil destilasi yang telah bercampur dengan AgNO3 dan HNO3 kemudian disaring dan diukur banyaknya. Filtratnya kemudian diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer Filtrat tersebut kemudian ditetesi dengan indicator Fe3+ sebanyak 3 tetes Setelah ditetesi dengan indicator, filtrat kemudian di titrasi dengan menggunakan larutan NH4CNS 0,0079 N hingga terjadi perubahan warna larutan dari bening menjadi merah. Perubahan warna tersebut menandakan sampel positif mengandung CN- dengan kadar tertentu. Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan mengamati perubahan warna pada kertas saring yang digunakan (uji kualitatif) dan perubahan warna pada larutan hasil destilasi yang dititrasi (uji kuantitatif). Data yang dianalisis adalah lama waktu perebusan sampel pada uji kualitatif dan banyaknya kadar sianida yang terkandung serta lama maserasi sampel pada uji kuantitatif. Metode Analisis Data Cara yang digunakan untuk menganalisis data pada analisis kualitatif adalah dengan cara menganalisis, membandingkan, dan mengidentifikasi kadar sianida(CN-) yang ada pada singkong racun berdasarkan lama waktu perebusan. Sedangkan cara yang digunakan untuk menganalisis data pada analisis kuantitatif adalah berdasarkan lama maserasi serta banyaknya kadar sianida yang terkandung pada sampel hasil pengujian yang dapat diketahui dengan menggunakan persamaan : Σmek NH4CNS + Σmek CN- = Σmek AgNO3 Dari cara analisis tersebut diharapkan dapat ditarik suatu kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengamatan terhadap banyaknya kadar sianida (CN-) pada singkong racun (UJ-3) berdasarkan lamanya waktu perebusan sampel pada saat pengujian secara kualitatif serta berdasarkan lamanya waktu maserasi sampel pada saat pengujian secara kuantitatif. Hasil Penelitian Analisa Kualitatif CN- Kadar sianida (CN-) pada saat pengujian kualitatif dapat diamati dengan memperhatikan perubahan warna kertas saring. Kertas saring yang mengandung larutan asam pikrat jenuh yang berwarna kuning akan berubah menjadi kecoklatan. Perubahan warna terjadi pada saat filtrate hasil perebusan sampel sebanyak 5,0337 gram dipanaskan, dengan kertas saring dibiarkan menggantung diatasnya dalam system tertutup. Perubahan warna ini menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida (CN-). Berikut ini gambar dan tabel perubahan warna yang didapatkan dengan waktu perebusan yang dilakukan selama ± 300 menit, dengan interval pengujian setiap 15 menit. No Interval Pengujian (menit) Hasil Pengamatan (warna) Keterangan 1 15 Kecoklatan pekat + 2 30 Kecoklatan pekat + 3 45 Kecoklatan pekat + 4 60 Kecoklatan pekat + 5 75 Kecoklatan pekat + 6 90 Kecoklatan pekat + 7 105 Kecoklatan pekat + 8 120 Kecoklatan pekat + 9 135 Kecoklatan pekat + 10 150 Kecoklatan pekat + 11 165 Kecoklatan pekat + 12 180 Kecoklatan pekat + 13 195 Kecoklatan pudar + 14 210 Kecoklatan pudar + 15 225 Kecoklatan pudar + 16 240 Kecoklatan pekat + 17 255 Kecoklatan pudar + 18 270 Kecoklatan pekat + 19 285 Kecoklatan pudar + 20 300 Kecoklatan pudar + (+) = positif mengandung CN- Tabel 5 Hasil pengujian kualitatif CN- pada singkong racun Hasil Penelitian Analisa Kuantitatif CN- Kadar sianida (CN-) pada saat pengujian kuantitatif dapat diamati dengan memperhatikan perubahan warna pada larutan hasil distilat sampel yang telah dicampur dengan larutan AgNO3 dalam suasana asam yang dititrasi dengan larutan NH4CNS 0,0079 N, dengan terlebih dahulu ditetesi dengan indikator Fe3+. Larutan hasil destilat sampel pada awalnya berwarna bening, namun setelah dititrasi berubah menjadi merah. Perubahan warna ini menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida (CN-) dengan kadar tertentu. Pada penelitian ini dilakukan dua kali pengujian kadar sianida (CN-) secara kuantitatif. Pengujian yang pertama dilakukan dengan lama maserasi selama 60 menit dan sampel sebanyak 20,007 gram, sedangkan pengujian yang kedua dilakukan dengan lama maserasi selama 120 menit dan sampel sebanyak 20,0409 gram. Pada setiap pengujian, dilakukan beberapa kali titrasi dan distilat yang digunakan untuk setiap titrasi adalah sebanyak 25 ml. Berikut ini tabel dan gambar hasil pengujian kadar asam sianida secara kuantitatif. No Massa sampel (gram) Lama maserasi Banyaknya NH4CNS yang digunakan saat titrasi 1 20,007 60 menit 4,20 ml 4,10 ml 4,10 ml 2 20,0409 120 menit 3,30 ml 3,05 ml 3,10 ml Tabel 6 Hasil pengujian kuantitatif CN- pada singkong racun No Massa sampel (gram) Waktu Maserasi (menit) Volume total destilat (mL) Massa Sianida (mg) Kadar Sianida (ppm) 1 20,007 60 167 127,923425 766.008533 2 20,0409 120 167 129,272629 774.087599 Tabel 7 Kadar CN- pada singkong racun Pembahasan Pengujian kadar sianida (CN-) dari suatu sampel dilakukan guna mengetahui berapa banyak sianida yang terkandung dari sampel tersebut dan bagaimana cara pengolahan sampel tersebut secara tepat agar kadar sianida yang ada dalam sampel tersebut dapat dikurangi. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah singkong racun ( UJ-3), yang merupakan salah satu jenis singkong pahit yang di peroleh dari daerah Balai Riam, Sukamara, Kalimantan Tengah. Seperti yang telah diketahui, asam sianida merupakan zat yang sangat beracun, hal ini dikarenakan kemampuannya dalam menghentikan proses oksidasi protoplasma dalam jaringan tubuh. Asam sianida terbentuk secara enzimatis dari dua senyawa prekursor yaitu linamarin dan metil linamarin. Pengujian kadar sianida dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa Kadar Sianida (CN-) secara Kualitatif Pada pengujian kadar sianida (CN-) secara kualitatif ini, digunakan sampel (singkong racun )sebanyak 5,0337 gram yang akan diuji dengan menggunakan asam pikrat selama kurun waktu tertentu guna mengetahui ada atau tidaknya sianida pada sampel serta berapa lama waktu perebusan yang optimal agar kadar sianida yang terkandung di dalam sampel berkurang. Prinsip pengujian sianida yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu CN- larut dalam air, dalam suasana panas dan asam, CN- akan menguap, lalu uap CN- akan bereaksi dengan asam pikrat membentuk warna kecoklatan. Hal yang pertama kali dilakukan adalah mendidihkan aquades sebanyak ± 25 ml di dalam Erlenmeyer kemudian memasukkan potongan sampel dan menutupnya selama ± 15 menit. Perebusan ini bertujuan untuk melakukan pelarutan zat aktif yang terdapat pada sampel. Dimana cairan pelarut yang digunakan adalah air. Cairan pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel dimana zat glucosida yang mengandung CN- ini akan larut dalam cairan pelarut. Sampel yang dipotong-potong terlebih dahulu bertujuan mempercepat proses pelarutan zat aktif selama perebusan dilakukan. Reaksi yang terjadi yaitu : CN- + H2O HCN + OH- Setelah proses perebusan selesai, larutan kemudian di saring dan filtratnya dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer untuk selanjutnya ditambahkan dengan 10 ml asam tartarat (H2.C4H4O6). Penambahan asam tartarat ini dilakukan untuk menghasilkan uap HCN. Uap HCN yang dihasilkan disebabkan oleh hidrogen dari asam tartarat (H2.C4H4O6)) beraksi dengan ion CN- yang terlarut dalam air. Reaksi yang berlangsung adalah : 2CN- + 2H+ 2HCN Proses selanjutnya adalah penggantungan kertas saring yang digunting dengan ukuran 1x7 cm yang telah dicelupkan dalam larutan asam pikrat jenuh kemudian dikeringkan diudara, serta dicelupkan lagi ke dalam larutan Natrium Karbonat (Na2CO3) 8% di leher erlenmeyer dengan posisi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak antara kertas saring dengan cairan didalam erlenmayer. Kertas saring yang telah dicelupkan dalam larutan asam pikrat jenuh kemudian dikeringkan diudara berwarna kuning cerah. Pada saat dicelupkan lagi ke dalam larutan Natrium Karbonat (Na2CO3) 8%, warna kertas saring tetap kuning. Pencelupan kertas saring ke dalam asam pikrat dimaksudkan agar saat larutan filtrate dipanaskan, uap HCN yang terbentuk dapat terperangkap dalam kertas saring akibat bereaksi dengan asam pikrat sehingga warna kertas saring berubah dari kuning menjadi kecoklatan. Sedangkan fungsi pencelupan kertas saring yang mengandung asam pikrat ke dalam larutan Natrium Karbonat (Na2CO3) 8% adalah untuk menetralkan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : HCN + asam pikrat + Na2CO3 Na-pikrosianat Setelah kertas saring tergantung, erlenmeyer di tutup rapat, dengan indikasi tidak ada gas atau materi yang keluar dari erlenmeyer. Erlenmeyer beserta larutan filtrate dan kertas saring didalamnya kemudian dipanaskan selama ± 15 menit. Pemanasan dimaksudkan agar uap HCN yang dihasilkan oleh hasil reaksi antara hidrogen dari asam tartarat (H2.C4H4O6)dengan ion CN- yang terlarut dalam filtrate lebih cepat terbentuk. Dalam penelitian ini dilakukan sebanyak 20 kali perebusan sampel yang sama dengan variasi waktu 15 menit selama 300 menit, dengan maksud agar diketahui berapa lama waktu optimal perebusan singkong racun sehingga kadar sianida yang terkandung didalamnya berkurang. Hal ini dilakukan karena berdasarkan literature diketahui bahwa salah satu cara menghilangkan sianida dari suatu bahan makanan adalah dengan merebusnya. Pada perebusan dengan variasi waktu menit ke 15 sampai dengan menit ke 180 serta pada menit ke 240 dan menit ke 270 didapatkan perubahan warna kertas saring yang sangat mencolok. Kertas saring yang awalnya berwarna kuning berubah menjadi kecoklatan pekat yang menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida dengan kadar yang tinggi. Sedangkan pada perebusan dengan variasi waktu menit ke 195 sampai dengan menit 225 serta pada menit 255, menit ke 285 dan menit ke 300 didapatkan perubahan warna kertas saring yang juga mencolok. Kertas saring yang pada awalnya berwarna kuning berubah menjadi kecoklatan pudar yang menandakan bahwa sampel positif mengandung sianida dengan kadar yang mulai berkurang dari awalnya. Hal ini sesuai dengan literature yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu perebusan, maka sianida yang terkandung dalam bahan makanan akan semakin hilang. Walaupun pada menit ke 240 dan 270 menunjukkan penyimpangan dari literature, yang kemungkinan dikarenakan pada pemanasan sebelumnya ada beberapa prekursor yang masih terperangkap didalam sel dan pada saat dilakukan perebusan kembali, sel yang mengandung prekursor tersebut baru bisa dipecahkan sehingga prekursornya bereaksi dan membentuk sianida dan menyebabkan warna kecoklatan pada kertas saring menit ke 240 dan 270 lebih pekat daripada kertas saring pada menit sebelumnya. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan perebusan selama 300 menit masih belum bisa membuat kadar sianida yang ada pada singkong racun menghilang. Hal ini dapat dilihat dari warna kertas saring hasil pengujian pada menit ke 300. Warna kecoklatan yang ada pada kertas saring masih jelas walaupun sudah agak sedikit memudar. Jika dibandingkan dengan tabel warna kandungan sianida pada singkong, didapatkan bahwa setelah perebusan selama 300 menit, kadar sianida yang ada pada singkong racun masih tergolong membahayakan. Gambar 19 Perbandingan kandungan sianida Analisa Kadar Sianida (CN-) secara Kuantitatif Pada pengujian kadar sianida (CN-) secara kuantitatif ini menggunakan metode argentometri Volhard dengan didasarkan pada titrasi sisa AgNO3 (setelah bereaksi dengan HCN yang terkandung dalam sampel dalam suasana asam) dengan menggunakan larutan Ammonium tiocianat menggunakan indicator Ferri (III) klorida heksahidrat. Pengujian ini dilakukan guna mengetahui banyaknya kadar sianida yang terkandung di dalam sampel. Pada penelitian ini, dilakukan dua kali pengujian secara kuantitatif, yang pertama dengan lama maserasi selama satu jam dan yang kedua dengan lama maserasi selama dua jam. Pengujian secara kuantitatif diawali dengan memotong dadu sampel, kemudian menimbangnya sebanyak ± 20 gram. Kemudian potongan sampel kemudian di maserasi dengan menggunakan 100 ml aquades. Maserasi bertujuan untuk melakukan pelarutan zat aktif yang terdapat pada sampel. Dimana cairan pelarut yang digunakan adalah air. Cairan pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel dimana zat glucosida yang mengandung CN- ini akan larut dalam cairan pelarut. Sampel yang dipotong-potong terlebih dahulu bertujuan mempercepat proses pelarutan zat aktif selama perendaman (maserasi) dilakukan. Reaksi yang terjadi yaitu : CN- + H2O HCN + OH- Setelah proses maserasi selesai, sampel kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi dengan terlebih dahulu menambahkan 100 ml aquades. Penambahan aquades bertujuan agar sianida yang terkandung di dalam sampel lebih mudah larut dan diuapkan. Sampel kemudian didestilasi hingga sampel mengering dan kandungan air yang ada di labu destilat semakin habis. Destilat kemudian ditampung didalam Erlenmeyer yang berisi dengan 20 ml larutan AgNO3 0,03846 N dan 1 ml larutan HNO3 pekat. Penambahan larutan AgNO3 berfungsi untuk menangkap uap sianida hasil destilasi sehingga membentuk reaksi : HCN + AgNO3 AgCN + HNO3 Sedangkan penambahan HNO3 pekat bertujuan untuk membentuk suasana asam, sehingga pada saat destilat akan dititrasi yang mana terlebih dahulu ditambah dengan indikator Fe3+ sebanyak 3 tetes, ion Fe3+ tersebut tidak terhidrolisis. Penambahan HNO3 juga bertujuan sebagai penstabil saat titrasi karena NH4CNS merupakan basa lemah. Hasil destilasi kemudian disaring dan diukur volumenya. Kemudian, tiap 25 ml destilat diambil dan ditetesi dengan indicator Fe3+. Penambahan indicator Fe3+ berfungsi untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan NH4CNS 0,0079 N. Titrasi dengan larutan NH4CNS dimaksudkan untuk menangkap kelebihan AgNO3 yang ada pada destilat. Pada saat dititrasi, warna larutan yang awalnya bening tidak berwarna perlahan-lahan berubah menjadi berwarna keputihan kemudian perlahan-lahan berubah menjadi kemerahan dan akhirnya menjadi merah cerah. Perubahan warna larutan dari bening menjadi keputihan ini terjadi karena reaksi yang menyebabkan timbulnya endapan AgCNS yang berwarna putih dengan reaksi sebagai berikut : NH4CNS(aq) + AgNO3 sisa (aq) AgCNS(s) + NH4NO3(aq) Sedangkan perubahan warna menjadi kemerahan dan merah cerah terjadi karena timbulnya kompleks ferritiosianat yang berwarna merah, dengan reaksi sebagai berikut : Fe3+ + CNS- [Fe(CNS)]2+ (merah) Kadar sianida dari sampel dapat diketahui dari volume NH4CNS yang digunakan dalam titrasi. Kadar sianida dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Σmek NH4CNS + Σmek CN- = Σmek AgNO3 Dari perhitungan didapatkan bahwa kadar sianida yang terkandung dalam sampel akan semakin meningkat jika waktu maserasi yang dilakukan semakin lama. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menunjukkan bahwa pada saat maserasi dilakukan, air yang berperan sebagai pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel dimana zat glucosida yang mengandung CN- ini terlarut dalam air. Sehingga semakin lama waktu maserasi, maka CN- yang terlarut dalam air akan semakin banyak. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan maserasi sampel selama 120 menit sudah dapat memecahkan lebih banyak prekusor sianida yang terlindung didalam sel sehingga bereaksi dan larut didalam air, daripada dengan maserasi sampel selama 60 menit. Hal ini berarti semakin lama proses maserasi maka semakin banyak prekusor sianida yang terlindung didalam sel pecah kemudian bereaksi dan larut didalam air. Dan jika dilakukan proses pemanasan setelah maserasi, dapat dipastikan bahwa sianida yang terkandung didalam sampel akan berkurang, karena berdasarkan sifatnya, sianida merupakan gas yang sangat mudah menguap. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa : Berdasarkan hasil pengujian secara kualitatif dengan menggunakan metode Kertas Pikrat telah terjadi perubahan warna pada kertas saring dari kuning menjadi kecoklatan yang menandakan bahwa singkong racun (UJ-3) positif mengandung sianida (CN-) Cara pengolahan singkong racun (UJ-3) dengan perebusan sudah dapat mengurangi kadar sianida yang terkandung didalamnya. Perebusan selama 300 menit sudah dapat mengurangi kadar sianida yang terkandung pada singkong racun (UJ-3) namun masih tergolong membahayakan Berdasarkan hasil pengujian secara kuantitatif dengan menggunakan metode Argentometri Volhard didapatkan bahwa kadar sianida yang terkandung dalam sampel dengan maserasi selama 60 menit adalah sebesar 766,008533 ppm (b/v), sedangkan kadar sianida yang terkandung dalam sampel dengan maserasi selama 120 menit adalah sebesar 774,087599 ppm (b/v). Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar sianida berbanding lurus dengan lama waktu maserasi. Saran Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk : Melakukan penelitian kadar sianida dengan sampel yang berbeda. Melakukan penelitian kadar sianida dengan metode pengolahan sampel yang berbeda, misalnya dengan cara pengeringan, pengukusan, dan pembakaran. Melakukan penelitian kadar sianida dengan menggunakan metode pengujian lain, seperti menggunakan spektrofotometri UV-Vis Melakukan penelitian kadar sianida secara kualitatif dengan menggunakan metode pengujian lain, seperti dengan menggunakan kertas Feigl-Anger LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-arumprimas-6196-2-bab2.pdf Diunduh pada hari 30 Desember 2013 http://en.wikipedia.org/wiki/Cyanide Diunduh pada hari 27 Desember 2013 http://forsihimmpas.wordpress.com Diunduh pada hari 29 Desember 2013 http://hifdziua.wordpress.com/2009/07/15/glikosida-sianogenik/ Diunduh pada hari 30 Desember 2013 http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis Diunduh pada hari 27 Desember 2013 www.inchem.org/documents/jecfa/jecmono/v30je18.htm Diunduh pada hari 30 Desember 2013 http://jateng.litbang.deptan.go.id/ind/images/Publikasi/databaseristek/varietasubikayu.pdf Diunduh pada hari 30 Desember 2013 http://www.kamusq.com/2013/04/analisa-adalah-definisi-dan-arti-kata.html Diunduh pada hari 27 Desember 2013 Kisyati. 2006. Analisis Pengajaran Dosen Berdasarkan Tindakan Pedagogi dan Keterampilan Intelektual Pada Pokok Bahasan Struktur Atom Pada Mata Kuliah Kimia Dasar I (Studi Kasus). Skripsi, tidak diterbitkan. Palangkaraya : FKIP, Universitas Palangkaraya Prihandana, Rama & Hendroko, Roy. 2007. Energy Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya Rubatzky, Vincent E & Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi dan Gizi. Bandung : Penerbit ITB Salim, Emil. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf Bisnis Produk Alternatif Pengganti Terigu. Yogyakarta : Penerbit ANDI Sediaoetama, A.D. 1976. Ilmu Gizi dan Ilmu DIIT di Daerah Tropik. Jakarta : PN Balai Pustaka Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit ANDI